Oleh: Poedianto
Komponen pendidikan ialah: sekolah (gedung dan sarana prasarana), guru serta siswa. Bila ingin lancar proses pembelajaran, tidak ada jalan lain, semuanya harus sinergis. Misal, pelajaran Front Office di SMK Kompetensi Perhotelan. Dalam pelajaran pelayanan untuk para tamu di hotel, sudah semestinya dilakukan dengan sepenuh hati. Sebab tamu menginginkan cepat (fast), nyaman (nice) dan murah (cheap). Pelayanan buat tamu-tamu hotel harus maksimal. Baik tentang kamar, makan, maupun yang lainnya.
Service terhadap para tamu, pengunjung, apalagi dengan pelanggan harus maksimal. Karenanya semua karyawan hotel, dari pimpinan sampai bawahan semuanya sudah memiliki tanggung jawab masing-masing. Yang semua itu, ujungnya adalah melayani secara prima. Seperti jurusan/ kompetensi keahlian perhotelan diajari tata kesopanan, senyum, cekatan, buat tamu. Sebagai karyawan bagian resepsionis, front office dan house keeping (merawat kebersihan, keindahan rata ruang kamar), harus melayani secara maksimal terhadap para tamunya.
Jaman telah maju dan mampu menerobos kultur dan kebiasaan yang kolot. Kemajuan jaman mengisi ruang dan waktu hingga di sudut-sudut negeri. Seiring dengan itu pula tata pergaulan juga tidak dibatasi oleh pola lama. Pola lama berganti dengan pola baru Maka segala pola pergaulan global berpadu dengan pola pergaulan lokal. Interaksi setiap hari membentuk tatanan segala lini. Cara berdandan, cara komunikasi, cara mencari nafkah, pun cara makan di meja makan formal. Ini juga tidak hanya jamuan santai, tetapi jamuan formal yang kadang dihadiri ratusan undangan. Nah, disini tata cara makan sudah menggunakan tata cara internasional. Dan untuk menyesuaikan hal tersebut, tidak ada jalan lain kecuali belajar tata krama di meja makan formal. Hal ini juga diajarkan di SMK jurusan/ kompetensi keahlian kuliner. Guru produktif mengajarkan tata hidang. Di jurusan ini pula diajarkan masakan kontinental, oriental dan nasional. Internasional membentuk metode, kultur dan teknik baru. Jaman sudah berubah. Ini terjadi di semua lini kehidupan. Termasuk hubungan-hubungan kerja mengalami perubahan pula.
Jurusan/kompetensi keahlian kuliner, semua jenis masakan diajarkan. Baik masakan asia, eropah maupun segala masakan Indonesia.
ETIKA JAMUAN MAKAN
-Piranti- piranti ditata sebelah kanan serbet makan (napkin).
-Serbet makan dibuka diletakkan diatas pangkuan.
-Bila piranti makan kurang lengkap, hendaknya meminta pada pelayan makan.
-Kalau minum pegang bagian bawah gelas, sudah barang tentu mulut dalam keadaan tidak mengunyah makanan.
-Apabila makan roti, roti harus sudah dipotong-potong.
-Piring jangan digeser posisinya. Tetap seperti semula.
-Apabila makan sup, sebaiknya jangan menunduk dan sendok didekatkan ke mulut.
-Tidak diperkenankan meniup sup, tetapi boleh mengaduk-aduk dengan arah ke muka atau ke belakang atau sebaliknya.
-Apabila sudah selesai, Sendok diletakkan di atas tatakan.
Kemajuan jaman seperti ini, dunia pendidikan juga harus mengikuti. Kalau tidak akan ditinggal anak didiknya.
Proses penyampaian ilmu di bangku sekolah, guru masih dominan sebagai sumber ilmu disamping dari sumber-sumber ilmu yang lain. Tahapan tranformasi ilmu diawali dengan teacher center, student center lalu kembali ke teacher center. Guru memberikan materi ajar, murid menyimak hingga paham terhadap ilmu yang diberikan oleh guru (teacher center). Tahapan berikut, murid menterjemahkan dalam bentuk praktik, tahapan ini murid yang dominan (student center). Tahapan terakhir, guru menilai hasil praktik murid dan memberikan saran-saran kepada murid tentang kekurangan-kekurangan hasil praktik murid (teacher center).
Seorang guru ketika mengajar di kelas harus mampu penguasaan kelas. Sebab jangan sampai mengganggu materi ajar tatkala materi ajar terkendala waktu disampaikan kepada siswa. Penguasaan kelas sangat utama. Bila semua siswa di kelas menyimak, tranformasi materi ajar akan diterima siswa akan lancar.
Metode pengajaran ada metode ceramah, dril, diferensiasi, quest, wawancara dan metode lainnya. Setiap guru mempunyai metode sendiri dalam menyampaikan materi ajar untuk anak didiknya. Itu bergantung situasi psikologi kelas. Itu juga bergantung pelajaran yang diampu. Pelajaran sejarah, matematika, front office, PKN, house keeping, IPA, guiding, tata hidang, sudah barang tentu beda metode pengajarannya.
Dalam mengajar bisa memakai pembelajaran diferensiasi dengan metode galery walk. Misal, pelajaran kimia, tiga kali jam pertemuan (JP) dalam satu minggu per- kelas. Yaitu, 2 JP, 2 JP dan 1 JP (3 kali JP). Prosesnya, guru memberikan materi ajar, lalu guru menanyakan apa sudah diberikan materi tersebut. Kemudian guru memberikan informasi materi tersebut. Siswa membentuk kelompok (6 siswa/kelompok). Per kelompok bebas memilih cara pemecahan masalah (problem). Lantas per-kelompok mempresentasikan. Ada yang bagian presentasi, ada yang diam ditempat, ada pula yang bagian keliling dari kelompok satu ke kelompok lain dan bertugas mencatat (interaksi) hasil kelompok lain. Di sini terjadi interaksi. Saling bertanya problem pemecahan Dari kesemuanya itu, ujungnya setiap kelompok akan menilai kelompok lainnya (saling menilai). Guru hanya mengikuti proses diferensiasi tersebut.
Pada titik pangkalnya, guru bisa berinisiasi dengan berbagai metode pengajaran untuk mentransformasi ilmu kepada anak didik. Sesungguhnya semua metode pengajaran hanya semata agar anak didik berbudi luhur, berpengetahuan luas dan mempunyai kecerdasan kritis. Maka tidak bermaksud jumawa, guru itu sebagai jembatan ilmu bagi siswa.
*
Poedianto, Guru SMK Pariwisata Satya Widya Surabaya