Artificial Intelligence (AI) vs. Kecerdasan Manusia

Oleh: Savira Fitri Adiyatma, S. Hum.

Perkembangan pesat teknologi AI memberikan dampak besar terutama pada sektor pendidikan. Namun, apa jadinya jika banyak dari siswa yang menyalahgunakan teknologi tersebut sehingga menyebabkan kemalasan berfikir yang menjurus pada “pembusukan otak” atau yang lebih dikenal dengan istilah “brain rot”.

“Brain rot” atau “pembusukan otak” merupakan suatu kondisi dimana adanya penurunan daya ingat otak serta melemahnya kemampuan kognitif untuk berfikir dan menganalisa suatu hal. Buruknya, hal ini dapat membuat seseorang menjadi malas, paling buruk: terkena penyakit mental.

Hal ini dapat terjadi, karena teknologi AI membuat banyak pelajar menjadi malas berfikir. Banyak dari mereka menggampangkan dan secara sadar melewati beberapa tahapan kognitif pembelajaran dan aktivitas sehari-hari. Seperti membaca sebuah text, mengartikan sebuah bacaan, mencari ide pokok, dan mencari kalimat tersirat. Bahkan sampai menyebabkan banyak dari mereka kesulitan untuk mengutarakan argumen dan beropini. Sehingga ke kreatifitasan mereka sulit diutarakan melalui sebuah kalimat.

Yang saya maksudkan adalah, ketika banyak pelajar yang mengabaikan tahapan kognitif pembelajaran, siswa menjadi kesulitan dalam memproses informasi dalam bentuk teks dan lisan. Sehingga menyebabkan terjadinya misinformasi. Selain itu, mereka akan mengalami kesulitan dalam berkomunikasi; menyampaikan informasi, berargumentasi dan beropini. Mereka tidak lagi berfikir secara runtut dan kritis untuk menyampaikan hal tersebut secara terstruktur. Ketika hal ini terjadi, misinformasi dapat tersebar secara luas dan yang lebih disayangkan, mereka bisa menjadi kesulitan dalam bergaul.

Teknologi AI ini sangat mudah digunakan. Para pengguna hanya menulis “prompt” atau perintah. Setelah itu, AI dapat menjawab segala tugas dan permasalahan penggunanya dengan hitungan detik.

Hal ini mengakibatkan banyak pelajar tidak punya lagi daya berfikir kritis dan analitis. Lantas, bagaimana kita dapat membedakan tulisan mana yang menggunakan AI dan kreatifitas kecerdasan manusia? Berikut adalah contoh-contohnya:

  1. AI mempunyai struktur bahasa yang sangat formal.
  2. AI mempunyai nada tulisan yang monoton.
  3. AI tidak mempunyai rasa emosional dalam tulisannya dan gaya tulisan yang bersifat tidak empatik.
  4. Sifat tulisan AI yang subjektif dan dinamis
  5. Sering berganti gaya penulisan sehingga tidak relevan dengan topik.
  6. Penggunaan kata yang berulang-ulang.
  7. Penggunaan kalimat ekstensif/kalimat yang memiliki jangkauan luas.
    [Poin-poin tersebut, dapat kita amati setelah menulis “prompt” atau perintah di Chatgpt/teknologi AI untuk menulis suatu teks argumentasi. ]

Seperti yang kita ketahui bersama, bahwa ketika manusia benar-benar menulis teks, akan ada bahasa yang lebih “manusiawi”. Sehingga pembaca dapat merasakan emosi dan nada bicara si penulis yang relevan dengan topik. Jika relevan dengan topik tulisan, maka dengan otomatis penggunaan kalimat juga akan lebih terperinci dan fokus pada topik penulisan.

Hal-hal yang seperti ini hanya dapat dipelajari jika manusia, terlebih siswa menjalankan tahapan kognitif pembelajaran. Seperti membaca, mendengarkan, dan berinteraksi. Peran guru juga lebih “ekstra” untuk kembali menyesuaikan pada tahapan perkembangan psikologi anak dan masa depannya serta perkembangan zaman yang semakin canggih. Namun, sebenarnya kita tak perlu risau dengan kreativitas kita akan tergantikan oleh AI, karena AI tidak bisa menghadirkan sisi emosional dan dinamis manusia. Jadikan AI hanya untuk inspirasi, bukan pengganti otak kita untuk berpikir kreatif.
*

Enquire now

Give us a call or fill in the form below and we will contact you. We endeavor to answer all inquiries within 24 hours on business days.